Sebenarnya menulis bukan lagi sebagai hal yang baru dalam kehidupan, bahkan sangat banyak sejarah bangsa dan budaya mana pun bermula dari sebuah tulisan dan berdampak besar dalam kehidupan sosial. Mungkin dahulu karena masih sangat jarang mesin ketik dan juga sangat jarang masyarakat yang pandai tulis-baca, sehingga keterbatasan menulis di tengah masyarakat menjadi luput dalam sejarah. Selain yang perlu-perlu saja yang tercatat. Namun, dewasa ini semua lapisan masyarakat sudah dikatakan 80% pandai menulis dan membaca, hal itu terbukti dari banyaknya pengguna media sosial.
Kita sangat menyadari betul bagaimana sekarang pentingnya media sosial sebagai bentuk ekspresi sosial, apa saja dan apa pula dampak dari bermedia sosial. Tidak jarang, dari setiap tindakan media sosial itu memberi dampak yang positif namun banyak juga yang berdampak negatif dan keduanya sama-sama berpengaruh dalam kehidupan bersosial. Tentunya, hal itu disebabkan bagaimana cara penggunaan si empunya akun dalam mengelola apa yang dipikirkannya menjadi tindakan sosial.
Hal yang paling sering kita lakukan di media sosial adalah menulis. Menuliskan apa saja yang kita rasa, lihat dan dengar. Entah itu semacam informasi atau pun sekadar berbagi hiburan (karena membaca juga hiburan).
Lantas, apa bentuk tulisan yang bisa menjadi terapi dalam kehidupan bersosial? Sangat banyak, hanya saja apakah sudah menjadi terapi? Tentu bergantung bagaimana tingkat literasi yang kita kuasai. Jika literasi kita sangat mapan dalam suatu bidang keilmuan, maka secara otomatis akan menjadi terapi dengan sendirinya. Lihat saja, bagaimana ketika pembaca tulisan di media sosial, media cetak atau online bisa larut dengan apa yang tertulis, hal itu menandakan tulisan sudah memberi efek terapi kepada masyarakat. Tentu, tulisan menjadi lebih bermakna di rumahnya sendiri (jiwa) dan kemudian mampu secara perlahan mengubah pola pikir juga tindak-laku bagi masyarakat yang membaca dan memahami tulisan tersebut.
Jadi, kenapa harus takut lagi untuk menulis? Bukankah dengan menulis itu kita bisa menjadi penolong (terapi jiwa) bagi orang lain?
Lalu, seperti apa tulisan yang betul-betul menjadi terapi itu?
Ada 3 hal (paling mendasar) yang harus dipenuhi dalam tulisan :
1. Mampu memberi informasi dan edukasi/pencerdasan
2. Mampu mengisnpirasi
3. Mampu mengajak
Dari ketiga hal di atas, tentunya kita yang punya tulisan sudah bisa mengukur terlebih dahulu. Apakah sudah cukup terpenuhi untuk memberi terapi baik bagi si penulis juga si pembaca.
Lalu, apakah bentuk tulisan yang bagus itu, yang akan memberi terapi bagi si pembaca?
Semua bentuk ilmu penulisan adalah bagus, sebut apa pun jenis tulisannya. Hanya saja, setiap ilmu tentu memiliki pintunya (pembaca) masing-masing. Hal itu menandakan, kita sedang hidup bersosial dan tulisan akan menuju ke pintunya (daya serap, pengetahuan, hobi dan rasa ingin tahu pembaca) akan sesuatu yang baru.
Apa saja ciri tulisan yang akan menjadi terapi itu? Biasanya, apa hal terhangat yang sedang terjadi, lalu kita tuliskan maka itu akan mudah untuk selalu diingat pembaca.
Kemudian, timbul pertanyaan. Bagaimanakah kami penulis pemula bisa dikatakan tulisan kami memberi terapi dalam kehidupan bersosial?
Jawabannya, tentu saja bisa. Dengan syarat, mau banyak membaca apa saja, tidak hanya buku, apa yang kita lihat kemudian kita cerna dalam pikiran, berinteraksi dengan seseorang lalu belajar memaknai setiap ucapan dan karakter seseorang, itu juga membaca lalu tuliskan. Terlebih,tulisan itu mampu juga kita diskusikan dengan banyak pihak. Membaca apa saja, akan memicu daya pikir kita untuk lebih menyerap pengetahuan lalu memiliki kesimpulan dari apa yang dibaca kemudian tuliskan dalam bentuk apapun. Entah itu quote, feature, reportase, berita, opini, cerpen, naskah, esai, novel atau pun puisi.
Kuncinya, sebelum menulis kita harus terlebih dahulu membaca, karena tulisan yang kuat adalah tulisan yang mengandung empiris, sehingga di sanalah timbul terapi dalam tulisan.
Pernahkah kawan-kawan ketika membaca tulisan seseorang kemudian berucap 'wah.' Nah, itu adalah bagian dari awal terapi. Orang yang berucap 'wah' tadi akan selalu mengingat dan perlahan akan masuk ke alam bawah sadarnya untuk mengajak si pembaca tadi untuk merespon lebih (komen) atau bahkan mengubah sesuatu dalam hidupnya.
Jadi, jangan ragu untuk menulis. Karena menulis adalah kebaikan dan pilihlah serta pikirkanlah hal apa saja yang akan dituliskan. Karena, setiap tulisan akan menuju takdirnya sendiri.
Biodata :
Sulthan Indra, penulis kelahiran Lampung 1982 asal Pesisir Selatan, Sumbar. Ketua komunitas Rabuang Gadiang.
0 Komentar